Oleh : Akmaludin
(Dosen Desain Grafis Fak. Dakwah IAI Hamzanwadi Pancor)
Dalam perkembangannya dakwah ikut menyesuaikan dengan masa dan
peradaban. Seiring perkembangan teknologi, dakwah Islam pun ikut mengiringi
perkembangan tersebut. Berbagai media dimanfaatkan untuk membantu dakwah ini.
Dan alhasil Islam kini telah menjadi salah satu agama terbesar di muka bumi ini.
Selama lebih dari 14 abad para da'i dan da'iyah menapak tilas metode dakwah
Sang Penutup para Nabi, Muhammad SAW.
Dakwah
telah berjalan sejak lahirnya agama Islam secara alamiah. Karena tuntutan zaman
yang makin kompleks, maka membutuhkan teori dakwah yang sistematis dan
terencana sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu. Islam masuk ke wilayah
Indonesia dengan dakwah yang sangat halus tanpa melalui proses kekerasan atau
diiringi dengn pertumpahan darah. Islam mengalir sesuai dengan keadaan kultur
masyarakat yang telah mapan dan berbaur dengan budaya setempat yang banyak
dijiwai oleh ajaran agama Hindu, atau Budha. Islam datang menyapa ummat
Indonesia dalam bentuknya yang khas sebagai hasil dari elaborasi budaya lokal
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh muslim yang bijak, yaitu dengan menyematkan
identitas positif (keislaman), menanamkan etika dan moral pada adat yang telah
berlaku di masyarakat sehingga terjadi perubahan dalam diri masyarakat
Indonesia beranjak menuju ajaran yang dibebankan (taklif) oleh Allah
kepada setiap muslim (mukallaf) sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Para
da’i menyampaiakn misi dakwahnya tanpa melalui kekerasan atau pertumpahan darah
melainkan dengan cara bijak yaitu, dengan metode persuasif yang dikembangkan
dengan sangat cantik, sehingga bisa diterima oleh masyarakat. Bahkan tidak
jarang para da’i ini mengadopsi tradisi dan adat istiadat Hindu dan Budha dan
selanjutnya diakselerasikan dengan ajaran Islam. Dengan begitu maka masyarakat
akan dengan mudah menerima kehadiran Islam seperti dakwah yang dilakukan oleh
para Walisongo.[1]
Untuk
zaman kita sekarang ini berbicara tentang dakwah bukanlah hal asing ditelinga
kaum muslim, karena dakwah inilah yang mengantar kesuksesan para penebar
kebenaran (da’i) yang menyebarkan misi agam Islam hingga keseluruh dunia, dan
dakwah ini akan terus berlangsung digemakan oleh para generasi kegenerasi
berikutnya dan bahkan semua kita adalah penerus sekaligus pelaksana misi dakwah
tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya
: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. An-Nahl : 16 : 125).[2]
Dari
firman di atas pula dapat ditarik beberapa metode atau cara Nabi dalam
memberikan dakwahnya yaitu (1) hikmah, (2) memberi pelajaran dengan baik serta,
(3) bantahan (perlawanan) dengan cara yang baik pula. Kata hikmah pada poin
satu di atas maksudnya adalah perkataan yang bijak, lembut, tegas dan benar
yang dapat membedakan antara hak dan bathil.
Kompleksnya
permasalahan atau tantangan yang dihadapi oleh seorang da’i ini akan membias
pada majemuk (plural) nya keadaan lahan dakwah dan keadaan itu bukanlah
paksaan (rekayasa) manusia tetapi merupakan qudrotullah dari Allah Swt yang
harus dihadapi bukan dihindari. Sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut :
Artinya
: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Q.S.
Al-Hujurat : 49 : 13).[3]
Dari
firman di atas jelaslah bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan dalam
kehidupan ini, perbedaan jenis, bangsa, suku adalah merupakan qudrat dan iradat
dari Allah Swt, namun tidak serta merta perbedaan tersebut memiliki arti yang
negatif tapi justru pluralitas itu adalah sebuah kerangka kesatuan tinggal
bagaimana manusia mampu memposisikan diri dalam perbedaan yang terjadi sehingga
tetap terjalin hubungan (ukhuwah) yang baik.
Artinya
: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. (Q.S. Al-Hujurat, 49 :
10).[4]
Menurut ayat di atas sesungguhnya semua orang – orang
yang mengaku beriman adalah ikhwah (bersaudara) maka jika terjadi pertentangan hendaklah di damaikan.
[1] http://www.numesir.org
. Fadlolan Musyaffa, MA, Sebuah Rubrik dan Agenda Kegiatan, Budaya dan Media
Dakwah, diakses tanggal 17 Maret 2009, hlm.1
[3] Ibid,hlm.
412
[4] Ibid,hlm.
412
No comments:
Post a Comment