Friday, January 10, 2014

INDONESIA DALAM BINGKAI PLURALITAS VS PLURALISME

Oleh : Akmaludin
(Dosen "Desain Grafis & Animasi Fakultas Dakwah IAI Hamzanwadi Pancor
& Guru RA Asy-Syifa' Pancor)

Pluralisme 
Pluralisme berarti paham yang menganggap "yang berbeda" itu adalah "sama"
Apakah  ia jika itu warna : merah, kuning, hijau, biru, dll atau dalam agama: Islam, Kristen, Protestan, Konghucu, Hindu dan Budha atau juga dalam suku, apakah ia jika itu suku Sasak sama dengan suku Bugis, suku Jawa, suku Mmbojo, suku Samawa dan lain sebaginya  "dianggap  sama" oo.....tentunya  "tidak sama" so pasti pluralisme adalah salah.

Pluralitas
Pluralitas berarti mengakui perbedaan itu dan tidak mempersamakannya
Contoh di atas kita gunakan kembali. Terdapat lima warna yaitu kuning, merah, hijau, biru, dan hitam. Pluralitas berarti: kuning "tidak sama dengan" merah, "tidak sama dengan" hijau, "tidak sama dengan"biru, "tidak sama dengan" hitam. Benarkah? Tentu saja benar dan logis.
Dengan demikian, pluralitas mengakui perbedaan itu dan tidak mempersamakannya. Tidak juga berusaha melebur dan meniadakannya. Perbedaan hendaklah disikapi sebagaimana adanya.
Dalam konteks lain, suku sunda tidak sama dengan suku bugis. Tapi, mereka ada dalam satu negara. Mereka bekerja sama dan saling menghormati.
Islam berbeda juga dengan kristen atau Hindu, dan yang lainnya. Lalu, apa yang salah? Biarkan umat Islam dan Umat Kristen menjalankan kegiatan "keagamaannya", dengan saling menghormati, tenggang rasa, dan toleransi.
Jadi, pluralitas sesuai dengan bhineka tunggal ika. Bukan pluralisme.

Thursday, January 9, 2014

Ukhuwah Islamiyah Pada Masyarakat Pluralis

Urgensi Dakwah Dalam Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah Pada Masyarakat Pluralis

Oleh : Akmaludin
(Dosen Desain Grafis Fak. Dakwah IAI Hamzanwadi Pancor)

Islam adalah agama yang mempunyai banyak keistimewaan di antara agama-agama samawi yang lain, di antaranya dalam bidang dakwah. Dakwah adalah salah satu elemen yang paling penting dalam Islam. Maka dari itu Islam mengaturnya dengan sedemikian rupa baik dalam Al Qur'an maupun As Sunnah.
Dalam perkembangannya dakwah ikut menyesuaikan dengan masa dan peradaban. Seiring perkembangan teknologi, dakwah Islam pun ikut mengiringi perkembangan tersebut. Berbagai media dimanfaatkan untuk membantu dakwah ini. Dan alhasil Islam kini telah menjadi salah satu agama terbesar di muka bumi ini. Selama lebih dari 14 abad para da'i dan da'iyah menapak tilas metode dakwah Sang Penutup para Nabi, Muhammad SAW.
Dakwah telah berjalan sejak lahirnya agama Islam secara alamiah. Karena tuntutan zaman yang makin kompleks, maka membutuhkan teori dakwah yang sistematis dan terencana sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu. Islam masuk ke wilayah Indonesia dengan dakwah yang sangat halus tanpa melalui proses kekerasan atau diiringi dengn pertumpahan darah. Islam mengalir sesuai dengan keadaan kultur masyarakat yang telah mapan dan berbaur dengan budaya setempat yang banyak dijiwai oleh ajaran agama Hindu, atau Budha. Islam datang menyapa ummat Indonesia dalam bentuknya yang khas sebagai hasil dari elaborasi budaya lokal yang dilakukan oleh tokoh-tokoh muslim yang bijak, yaitu dengan menyematkan identitas positif (keislaman), menanamkan etika dan moral pada adat yang telah berlaku di masyarakat sehingga terjadi perubahan dalam diri masyarakat Indonesia beranjak menuju ajaran yang dibebankan (taklif) oleh Allah kepada setiap muslim (mukallaf) sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Para da’i menyampaiakn misi dakwahnya tanpa melalui kekerasan atau pertumpahan darah melainkan dengan cara bijak yaitu, dengan metode persuasif yang dikembangkan dengan sangat cantik, sehingga bisa diterima oleh masyarakat. Bahkan tidak jarang para da’i ini mengadopsi tradisi dan adat istiadat Hindu dan Budha dan selanjutnya diakselerasikan dengan ajaran Islam. Dengan begitu maka masyarakat akan dengan mudah menerima kehadiran Islam seperti dakwah yang dilakukan oleh para Walisongo.[1]
Untuk zaman kita sekarang ini berbicara tentang dakwah bukanlah hal asing ditelinga kaum muslim, karena dakwah inilah yang mengantar kesuksesan para penebar kebenaran (da’i) yang menyebarkan misi agam Islam hingga keseluruh dunia, dan dakwah ini akan terus berlangsung digemakan oleh para generasi kegenerasi berikutnya dan bahkan semua kita adalah penerus sekaligus pelaksana misi dakwah tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. An-Nahl : 16 : 125).[2]
Dari firman di atas pula dapat ditarik beberapa metode atau cara Nabi dalam memberikan dakwahnya yaitu (1) hikmah, (2) memberi pelajaran dengan baik serta, (3) bantahan (perlawanan) dengan cara yang baik pula. Kata hikmah pada poin satu di atas maksudnya adalah perkataan yang bijak, lembut, tegas dan benar yang dapat membedakan antara hak dan bathil.
Kompleksnya permasalahan atau tantangan yang dihadapi oleh seorang da’i ini akan membias pada majemuk (plural) nya keadaan lahan dakwah dan keadaan itu bukanlah paksaan (rekayasa) manusia tetapi merupakan qudrotullah dari Allah Swt yang harus dihadapi bukan dihindari. Sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut :
Artinya :   Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Q.S. Al-Hujurat : 49 : 13).[3]
Dari firman di atas jelaslah bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini, perbedaan jenis, bangsa, suku adalah merupakan qudrat dan iradat dari Allah Swt, namun tidak serta merta perbedaan tersebut memiliki arti yang negatif tapi justru pluralitas itu adalah sebuah kerangka kesatuan tinggal bagaimana manusia mampu memposisikan diri dalam perbedaan yang terjadi sehingga tetap terjalin hubungan (ukhuwah) yang baik.
Sebagaimana firman Allah Swt :

Artinya : Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. (Q.S. Al-Hujurat, 49 : 10).[4]
               Menurut ayat di atas sesungguhnya semua orang – orang yang mengaku beriman adalah ikhwah (bersaudara) maka jika terjadi  pertentangan hendaklah di damaikan.


[1] http://www.numesir.org . Fadlolan Musyaffa, MA, Sebuah Rubrik dan Agenda Kegiatan, Budaya dan Media Dakwah, diakses tanggal 17 Maret 2009, hlm.1
[2] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung : CV. Dipenogoro, 2000), hlm. 224 
[3] Ibid,hlm. 412
[4] Ibid,hlm. 412